Selasa, 14 Juli 2009

PTIM II : Corak Pemikiran Dan sistem Teologi Hamka

PENDAHULUAN

HAMKA adalah muslim tradisionalis sekaligus modernis. Dia seorang ulama yang istikamah dengan keislamannya, namun sekaligus menjadi seorang nasionalis yang berwibawa. Beliau adalah tokoh besar Muhammadiyah, namun juga sangat dekat dengan tradisi NU.

Pada zaman Soekarno, HAMKA adalah ulama pertama yang membacakan syair-syair Maulud Barjanzi di Istana Negara. Beliau menyanyikan bait-bait Barjanzi dan menerjemahkan dengan nuansa sastra sufistik yang tinggi. Barjanzi itu menjadi brand culture orang-orang NU, yang dianggap bid¢ah oleh lingkungan HAMKA yang Muhammadiyah.

Begitu juga kegemarannya pada dunia mistik-sufistik, yang juga menjadi karakter ulama tradisonalis NU. Dalam bukunya, Tasawuf Modern atau Tasawuf dari Abad ke Abad, tampak kelapangan hati antar aliran mistik.

Dalam buku itu, tak ada nada penghukuman, bahkan kepada pendekar union mystique Al Hallaj. Justru terdapat nukilan, misalnya, tentang Abu Yazid Al Busthami, seorang sufi, yang datang ke satu misa di gereja dan bapak pastor di sana kemudian mengumumkan hadirnya seseorang yang menurut perasaannya bukan orang sembarangan, dilihat dari aura jiwanya yang kuat.

Karakter keilmuan Islam klasiknya benar-benar sangat dekat dengan kultur Islam tradisionalis sebagaimana yang melekat pada ulama-ulama NU, terbukti dengan penguasaannya yang otoritatif terhadap kitab-kitab salaf. Kefakihan “dirosah Islamiyah” (Islamic studies) yang dimiliki HAMKA sampai saat ini jarang dimiliki kader-kader Muhammadiyah yang justru terjebak dalam puritanisme Islam yang radikal-konservatif.

Beliau disebut seorang Ulama, Politisi dan juga Sastrawan. Dibalik dari pada itu beliau juga memiliki corak pemikiran kalam tersendiri yang perlu kita kaji lebih jauh lagi pemikiran beliau ini.

PEMBAHASAN

CORAK PEMIKIRAN DAN SISTEM TEOLOGI

BUYA HAMKA

A. Riwayat Hidup dan Pemikiran

Buya Hamka seorang ulama, politisi dan sastrawan besar yang tersohor dan dihormati di kawasan Asia. HAMKA adalah akronim namanya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Lahir di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981.Dia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seseorang yang dihormati. Ayahnya, Syeikh Abd ul Karim bin Amrullah,yang akrab di sapa Inyiak Rasul, seorang pelopor Gerakan Islam (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah 1906.

HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. HAMKA kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertubuhan Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925 apabila beliau menjadi anggota parti politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kemaraan kembali penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966, HAMKA telah dipenjarakan oleh Presiden Sukarno kerana dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majlis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an lagi, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.

Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada pemerintah Indonesia.

Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

Daftar Karya Buya Hamka

- Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
- Si Sabariah. (1928)

- Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.

- Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).

- Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).

- Kepentingan melakukan tabligh (1929).

- Hikmat Isra' dan Mikraj.

- Arkanul Islam (1932) di Makassar.

- Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.

- Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.

- Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.

- Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.

- Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

- Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

- Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

- Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.

- Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.

- Tuan Direktur 1939.

- Dijemput mamaknya,1939.

- Keadilan Ilahy 1939.

- Tashawwuf Modern 1939.

- Falsafah Hidup 1939.

- Lembaga Hidup 1940.

- Lembaga Budi 1940.

- Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepun 1943).

- Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.

- Negara Islam (1946).

- Islam dan Demokrasi,1946.

- Revolusi Pikiran,1946.

- Revolusi Agama,1946.

- Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.

- Dibantingkan ombak masyarakat,1946.

- Didalam Lembah cita-cita,1946.

- Sesudah naskah Renville,1947.

- Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.

- Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi, Sedang Konperansi Meja Bundar.

- Ayahku,1950 di Jakarta.

- Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.

- Mengembara Dilembah Nyl. 1950.

- Ditepi Sungai Dajlah. 1950.

- Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai tahun 1950.

- Kenangan-kenangan hidup 2.

- Kenangan-kenangan hidup 3.

- Kenangan-kenangan hidup 4.

- Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.

- Sejarah Ummat Islam Jilid 2.

- Sejarah Ummat Islam Jilid 3.

- Sejarah Ummat Islam Jilid 4.

- Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.

- Pribadi,1950.

- Agama dan perempuan,1939.

- Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.

- 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).

- Pelajaran Agama Islam,1956.

- Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.

- Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.

- Empat bulan di Amerika Jilid 2.

- Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.

- Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.

- Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan

- 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.

- Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.

- Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.

- Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.

- Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.

- Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.

- Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.

- Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).

- Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).

- Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.

- Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.

- Himpunan Khutbah-khutbah.

- Urat Tunggang Pancasila.

- Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.

- Sejarah Islam di Sumatera.

- Bohong di Dunia.

- Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres

- Muhammadiyah di Padang).

- Pandangan Hidup Muslim,1960.

- Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.

- Tafsir Al-Azhar [1] Juzu' 1-30, ditulis pada saat dipenjara

B. Pemikiran Teologi Hamka

Kalau kita mengakaji corak pemikiran Teologi Buya Hamka,kita bisa melihat dalam beberapa tafsirannya atas ayat terkesan sebagai pemikir kalam rasional – Namun disamping itu tidak pula mengatakannya beliau ini cenderung kepada Mu'tazilah - yang memberi tekanan kuat pada kemerdekaan manusia dalam berkehendak dan berbuat. Sikap teologis ini melahirkan semangat kerja keras dan tidak mau menyerah pada keadaaan dalam diri Buya Hamka, sehingga mematri kredo hidupnya dengan ungkapan "sekali berbakti sesudah itu mati".

Dalam bukunya Bapak Dr Yunan Yusuf beliau meneliti delapan masalah kalam, yakni: (1) kekuatan akal; (2) fungsi wahyu; (3) free will dan predestination; (4) konsep iman; (5) kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan; (6) keadilan Tuhan; (7) perbuatan-perbuatan Tuhan; dan (8) sifat-sifat Tuhan. Semua entri point ini membuktikan bahwa Buya Hamka dalam dua masalah pertama menganut aliran Maturidiyah Bukhara, sedangkan enam masalah terakhir sejalan dengan aliran Mu'tazilah.

Dalam masalah "free will" dan "predestination" serta konsep iman, Bapak Dr. Yunan menemukan pemikiran Hamka tentang kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat. Dengan akalnya manusia bisa menimbang mana yang buruk dan mana yang mendatangkan kebaikan. Namun, Buya Hamka tetap mengakui jangkauan takdir sebagai manifestasi dari kekuasaan Tuhan. Dengan kata lain, secara metaforis bisa dinyatakan bahwa "malam bercermin kitab suci, siang bertongkatkan besi".

Sejalan dengan itu, konsep iman tidak hanya meniscayakan sekedar tasdiq tetapi juga ma'rifah dan 'amal. Ini didasarkan pada keberadaan teologi sebagai sebuah paham keagamaan yang akan menentukan bentuk watak sosial penganutnya, serta memberi warna pada tindakan dan tingkah laku dalam setiap aspek kehidupannya, yang pada gilirannya akan memberikan arah pada jalan hidup itu sendiri.

Adapun kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh kebebasan memilih (ikhtiyar) berdasarkan pertimbangan akal yang diberikan Tuhan kepada manusia. Inilah yang meniscayakan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak berlaku sepenuhnya. Dengan kata lain, pemberian akal bagi manusia tidak mempunyai arti, bila manusia tidak diberikan kebebasaan untuk memilih.
Sementara, keadilan Tuhan didefinisikan oleh Buya Hamka sebagai balasan atas semua perbuatan manusia, meskipun sebesar zarrah (bentuk terkecil benda) sekalipun. Kezaliman mustahil bagi Allah, walau tidak ada yang kuasa membendung jika memang Allah menghendaki.

Hal ini erat kaitannya dengan keyakinan Hamka bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan terletak pada kewajiban-Nya untuk melakukan yang baik. Paham ini dibangun dari realitas alam semesta yang berlaku atas Hikmah Kebijaksanaan Yang Maha Tinggi. Bila tidak, mungkin sampai sekarang kita tidak bisa hidup dalam siklus kehidupan alam yang berjalan normal dan baik.

Penafsiran Buya Hamka atas Sifat-sifat Tuhan sejalan dengan pemikiran rasional ketika berbicara tentang antropomorfisme. Kata-kata "wajh" berarti zat Allah dan ridha-Nya, "yad" adalah kekuasaan dan restu-Nya, "yamin" berarti hakekat "qudrat ilâhiyat"-Nya, "ja'a rabbuka" ditafsirkan dengan telah datang ketentuan atau perintah Tuhan, dan beberapa contoh lainnya. Sikap Buya Hamka ini dipengaruhi oleh tafsiran surat Ali Imran ayat 7 bahwa Tuhan tidak melarang untuk menakwilkan ayat-ayat mutasyâbihât (samar).

Adapun dalam masalah ru'yatullah (melihat Allah), Hamka terlihat menganut paham rasional bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala kelak di akhirat, melainkan dengan mata hati, karena kitapun belum mampu melihat alam semesta, baik yang berada di dalam maupun di luar diri kita sendiri.

Dalam memahami masalah kemakhlukan al-Qur'an, Hamka marangkum kedua aliran, baik yang rasional maupun tradisional, dengan kecenderungan untuk menghindarkan diri dari perdebatan ilmu kalam. Dia menghimbau agar Mu'tazilah dan Ahlus Sunnah modern tidak bertengkar lagi tentang masalah ini.

Semua pandangan Buya Hamka dalam menafsirkan ayat yang erat kaitannya dengan pemikiran kalam ini berlandaskan pada sikap untuk mencari alternatif atas perdebatan klasik seputar masalah kalam. Ia menyebutnya dengan "jalan tengah", yakni tidak mempersoalkan secara tajam perbedaan dalam hal tersebut, yang seringkali terjebak pada buaian konflik berkepanjangan tanpa menyuguhkan manfaat praktis bagi umat.

Dalam bukunya Bapak Dr.Yunan Yusuf Beliau Terkesan sangat hati-hati untuk mengklaim Hamka sebagai penganut Mu'tazilah, karena Buya Hamka selalu menyebut dirinya sebagai penganut Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Pemikiran kalamnya yang identik dengan pemikiran Mu'tazilah tersebut, kelihatannya lebih dipengaruhi oleh realitas kontemporer yang menuntut tindakan atas dasar rasio serta mendahulukan inisiatif pribadi atas pertimbangan tradisi, atau sikap rasional dengan pijakan kuat pada nash-nash agama. Hal ini dianggap sebagai jalan terbaik untuk memacu berbagai ketertinggalan umat Islam.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam corak dan sisitem Teologi Buya Hamka ia terkesan seorang yang Rasional, namun Bukan berarti beliau ini cenderung kepada Mu'tazilah. Dalam delapan masalah Teologi , Yaitu (1) kekuatan akal; (2) fungsi wahyu; (3) free will dan predestination; (4) konsep iman; (5) kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan; (6) keadilan Tuhan; (7) perbuatan-perbuatan Tuhan; dan (8) sifat-sifat Tuhan. Buya Hamka dalam dua masalah pertama menganut aliran Maturidiyah Bukhara, sedangkan enam masalah terakhir sejalan dengan aliran Mu'tazilah.

Ringkasnya dari segi teologi kita tidak bisa mengklaim Hamka sebagai penganut Mu'tazilah, karena Buya Hamka selalu menyebut dirinya sebagai penganut Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Pemikiran kalamnya yang identik dengan pemikiran Mu'tazilah tersebut, kelihatannya lebih dipengaruhi oleh realitas kontemporer semata yang menuntut tindakan atas dasar rasio serta mendahulukan inisiatif pribadi atas pertimbangan tradisi, atau sikap rasional dengan pijakan kuat pada nash-nash agama. Hal ini dianggap sebagai jalan terbaik untuk memacu berbagai ketertinggalan umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA

http://kabinetindonesia.wordpress.com

http://www.tokohindonesia.com

http://www.psq.or.id/perpustakaan_detail.asp?mnid=31&id=5

Yusuf, Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta Th 1990

Ilmu Kalam : Aliran Salafi

PENDAHULUAN

Aliran salafi merupakan sebuah aliran dalam islam yang berpegang teeguh sepenuhnya kepada Al Quran dan Sunnah tanpa memberikan ruang gerak yang bebas kepada akal dan aliran salafi juga monolak tentang penafsiran ayat-ayat mutasyabihat secara mendalam dan percaya sepenuhnya pada sifat-sifat Allah dan aliran salafi juga mempunyai tokoh-tokoh yang nota benenya adalah ulama-ulama yang besar seperti Ahmad Ibnu Hambal yang merupakan pendiri Mazhab Hambali dan Ibnu Taimiyah yang merupakan sang argementasi Islam

A. Asal Usul Aliran Salafi

Banyak beragam defenisi yang telah dikemukakan oleh para pakar mengenai defenisi salafdan khalaf. berikut ini akan dikemukakan beberapa diantaranya, menurut Thablawi Mahmud Sa’ad salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat,tabi’i,tabi’ tabi’in para pemuka abad ke 3 H dan para pengikutnya pada abad ke 4 yang terdi atas muhadditsin dan yang lainnya. Salaf berati pula ulama-ulama saleh yng hidup pada tiga abad pertama Islam. Sedangkan menurut As-Syahrastani ulama salaf adalah yang tidak menggunakan ta’wil dan tidak mempunyai faham tasybih. Sedangkan Mahmud Al-Bisybisyi dalam Al-Firaq Al-Islamiyyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’n yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya.

W. Montgomeri W menyataka bahwa gerakan salafiah berkembang terutama di Baghdad pada abad ke 13 pada masa itu terjadi gairah mengebu-gebu yang diwarnai oleh fanatisme klangan kaum Hambali, sebelum akhir abad itu terdapat sekolah-sekolah Hambali di Jerusallem dan Damaskus. Kaum Hambali makin dengan kedatangan para pengungsi dari Irak yang disebabkab serangan mongol atas Irak. Diantara pengungsi itu terdapat satu keluarga dari Harran, yaitu keluarga Ibn Taimiyah, Ibn Taimiyah adalah seorang ulama besarpenganut Imam Hambali.

B. Kriteria Manhaj Salafi yang Benar

Yang dimaksudkan dengan perbincangan kita tentang “Pemikiran Salafiyah" di sini ialah kerangka berfikir (manhaj fikri) yang tercermin melalui pemahaman generasi terbaik daripada ummat ini, yakni para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia, dengan mempedomani hidayah al-Qur'an dan tuntunan Nabi SAW.

As Syeikh Yusf al-Qaradawi telah menghuraikan di dalam bukunya ‘Aulawiyaat al-Harakah al-Islamiyah fil Marhalah al-Qadimah’ tentang beberapa perkara asas yang menjadi pokok kepada apa yang dikenali sebagai “manhaj Salafiyah”.

Manhaj Salafiyah adalah suatu manhaj yang secara global berpijak kepada prinsip-prinsip yang berikut

1. Berpegang pada nas-nas yang sahih, bukan bertaqlid atau mengutamakan pendapat para ahli, tokoh mahupun ulama’ mengatasi nas yang jelas.

2. Mengembalikan masalah-masalah "mutasyabihat" (yang kurang jelas) kepada masalah "muhkamat" (yang pasti dan tegas). Dan mengembalikan masalah yang zhanni kepada yang qath'i.

3. Memahami kes-kes furu' (ranting) dan juz'i (tidak prinsipal), dalam kerangka prinsip dan masalah fundamental.

4. Menyerukan "Ijtihad" dan pembaruan (Tajdid). Memerangi "Taqlid" dan kebekuan.

5. Mengajak untuk beriltizam (memegang teguh) dengan akhlak Islamiah, bukan meniru perlakuan jahiliyah.

6. Dalam masalah fiqh, berorientasi pada "kemudahan" (fiqh taysir) dan bukan "mempersulit".

7. Dalam hal tarbiyyah dan tasfiyyah, lebih menggemarkan serta memberikan motivasi dan bukan menakut-nakuti.

8. Dalam bidang aqidah, lebih menekankan penanaman keyakinan, bukan dengan perdebatan yang berleret-leretan yang tidak menambahkan iman.

9. Dalam masalah Ibadah, lebih mementingkan jiwa ibadah, bukan sifat formalitinya.

10.Menekankan sikap "ittiba'" (mengikuti nas) dalam masalah agama. Dan menanamkan semangat "ikhtira'" (kreativiti dan daya cipta) dalam masalah kehidupan duniawi yang memerlukan akal yang bebas lagi merdeka

C. Tokoh Aliran Salafi

I. Ahmad Bin Hambal

1. Sosial Kultural

Ia di lahirkan di Bagdad tahun 164 H/780 M dan meninggal tahun241 H/855 M. ia sering dipanggil Abu Abdillah karna salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun ia lebih dikenal d engan nama Imam Hambali karena pendiri Mazhab Hambali.

Ibunya bernama Shahifah Bimti Maimunah Bimti Abdul Malik Bin Sawadah Bin Hindur Asy-Syaibani bangsawa Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad Bin Hambal Bin Hilal Bin Anas Bin Idris Bin Abdullah Bin Hayyan Bin Abdullah Bin Anas Bin Aus Bin Qosit Bin Mazin Bin Syaiban Bin Dahal Bin Akabah Bi Sya’ab Bin Ali Bin Jadlah Bin Asad Bin Rabi Al Hadis Bin Nazar.

Ayahnya meninggal ketika Ibnu Hambal masih remaja. Namun ia telah memberikan pendidikan Al Quran kepada Ibnu Hambal. Pada usia 16b tahun, ia belajar al quran dan ilmu-ilmu agama yang lainnya kepada ulama-ulama Bagdad. Lalu mengunjingi ulama-ulama terkenal di Khufah,Basrah,Syam,Yaman,Mekah Dan Madinah. Ibnu hambal dikenal sebaai zahid hampir setiap hari berpuasa dan hanya sebentar tidur malam dan ia juga dikenal sebagai dermawan.

2. Pemikiran Ibnu Hambal

-. Ayat-Ayat Mutsyabihat

Dalam memahami ayat-ayat al-quran ibnu hambal lebih suka menerapkan pendekatan lafzidari pada pendekatan takwil terutama yang berkenaan dengan sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat.

-. Tentang Status Al Quran

Salah satu persoala teologis yang di hadapi Ibnu Hambal adalah yang kemudian yang membuatnya dipenjara beberapa kali adalah tentang status Al Quran apakah di ciptakan (makhluk) atau hadits (baru) ataukah tidak diciptakan yang karnanya qadim, faham yang diakui oleh pemerintahyakni dinasti abasiyah di bawah kepemimpinan khalifah Al-Makmun,Al-Mu’thasim, Al-Watsit, adalah faham muktazilah yakni al quran tidak berssifat kadim, tetapi baru dan diciptakan.

II. IBNU TAIMIYAH

1. Sosial Kultural

Nama Taqijuddin Ahmad Bin Abdilhalim Bin Taimyah,kelahiran Harran tahun 661 Hsebuah kota di Irak yang terkenal dengan filasafat dan filosof-filosofnya pada masa sebelum masa sebelum Islam. Dan meninggal dipenjara pada malam senintahun 729 H. Ayahnya bernama Syhabuddin Almad Abdul Halim Bin Abdussalam Ibn Abdullah Taimiyah adalah seorang hakim di kotannya.

Ibnu taimiyah adalah seorang tokoh salaf yang ekstrim kaaaaaaaaaarna kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal ia adalah murid yang muttaqi, wara’ dan zuhud.serta seorang panglima dan penetang bangsa tartas yang berani. Ia juga di kenal sebagai seorang muhadditsin, mufassir, faqih teolog, bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat.

Ibnu Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah hukum secara resmi. Masa hidupnya berbarngan dengan kondisi dunia Islam yang sedang mengalami disintegrasi, dalam upayanya dalam mempersatukan umat islam mengalami banyak tantangan bahkan ia harus wafat didalam penjara.

2. Pemikiran Ibnu Taimiyah

- Sangat berpegang teguh pada nash.

Tidak memberikan ruang gerak yangb bebas kepada akal. Ia berpendapat bahwa al quran mengandung semua ilmu agama, di dalam islam yang di teladani hanya 3 generasi sajasahabat,tabi’in dan tabi’ tabi’in. Allah mempunyai sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid.

- Percaya sepenuhnya terhadap nama-namaNya Allah atau rasul-Nya sebutkan

- Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah

Daftar Pustaka

Nasution, Harun ’’teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press,jakarta1986

Rosihan, Anwar,Rozak,Abdul, ‘’Ilmu Kalam, Pustaka Setia,Bandung

Thaha,Ahmadi,Ibnu Taimiyah:Hidup Dan Pemikirannya,Bina Ilmu,1982

Yusuf,Abdullah, pandangan ulama tentang ayat-ayat mutasyabihat.Sinar Ban,Bandung,1993

Filsafat Islam : Ibnu Maskawaih

IBNU MASKAWAIH

A. PENDAHULUAN

Ibnu Maskawaih adalah seorang ahli filsafat Islam termasuk yang pertama membicarakan akhlak. Tidak ada yang mengetahui keturunannya dan pendidikannya yang pertama. Dia di kenal orang dalam dunia filsafat sudah sebagai seorang yang pandai yang namanya menjadi buah bibirdari para-para pengarang Islam. Di samping itu ia juga dikenal sebagai seorang penya’ir yang masyhur, tabib, ahli sejarah dan ahli kimia.

Agar kita bisa mengenal lebih dalam lagi, marilah kita lihat pada keterangan dibawah ini.

B. Riwayat Hidup Dan Karyanya

1.Riwayat Hidup

Maskawaih adalah seoarang filofos muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia adalah seoarang sejarahwan,tabib, ilmuan dan sastrawan. Pengetahuannya sangat luas, terutama mengenai kebudayaan Romawi,Persia,dan India disamping ia menguasia filasaft Yunani.

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih. Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama itu diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi ( Persia ), kemudian masuk Islam. Gelarnya adalah Abu Ali, yang diperoleh dari nama sahabat Ali, yang bagi kaum Syi’ah dipandang sebagai yang ber5hak menggantikan Nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin unat Islam sepeninggalnya. Dari gelarnya I I tidak salah oaring mengatakan bahwa Maskawaih tergolong penghanaut Aliran Syi’ah. Gelar lain yang juga sering disebutkan yaitu Al-Khazim, yang berarti bendaharawan, disebabkan pada masa kekuasaan Adhud Al-Daulah dari Bani Buwaih ia memperoleh kepercayaan sebagai bendaharawannya.

Maskawaih dilahirkan di Ray ( Teheran sekarang ). Mengenai Tahu8n kelahirannya, para penulis menyebutkan berbeda-beda. M.M Syarif menyebutkan tahun 320 H/ 932 M. Abdul Aziz Izzrat menyebutkan tahun 325 H. sedangkan mengenai wafatnya semua sepakat mengatakan pada 9 Shafar 421 H/16 februari 1030 M[1].

Ibnu Maskawaih seorang yang tekun dalam melakukan percobaan-percoabaan unuk mendapatkan ilmu-ilmu baru. Dan ia juga suka mendalami Ilmu Mantiq dan Filasafat akhlaq sebagaimana Al-Ghazali lebih banayak menunjukkan perhatiannya kepada filsafat alamiah. Tetapi Ibnu Maskawaih adalah seoarang teoritis dalam hal-hal akhlaq artinya ia telah mengupas filsafat akhlaqiyah secara analisa pengetahuan. Ini tidaklah berarti bahwa Ibnu Maskawaih tidak berakhlaq, hanya saja persoalannya ditinjau dari segi pengetahuan semata-mata.

Ibnu Maskawaih tentang teori kebahagiaan yang ia kutip dari Aristoteles. Menurut Aristoteles kebahagian itu terdiri dari 3 jenis yaitu :

1. Kebahagiaan jiwa ( rohani ) ialah pengetahuan, hikmah dan kebenaran.

2. Kebahagiaan badan ( jasmani ) ialah kesehatan, kecantikan anggota tubuh dan watak yang baik.

3. Kebahagiaan diluar badan ialah mempunyai anak-anak yang pandai, mempunyai sahabat yang sejati, mempunyai harta kekayaan dan asal keturunannya yang mulia[2].

Kalau berbicara tentang kekuatan hawa nafsu manusia , maka Ibnu Maskawaih membagi kepada 3 tingkatan yaitu :

a. An-nafsul bahimiah, yaitu nafsu kebinatangan : yang buruk.

b. An-nafsus shabubiyah, yaitu nafsu binatang buas: yang sedang.

c. An-nafsun nathiqah, yaitu jiwa yang cerdas : yang baik[3].

2. Karya Tulis

Ibnu Maskawaih tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir ( filsof ), tetapi juga seorang penulis yang produktif. Dalam buku yang bejudul The History Of the Muslim Philosophy disebutkan beberapa karyanya, yaitu :

a. Al-Fauz al-Akbar. Tentang hal ini tidak dijelaskan isi bukunya.

b.

c. Al-Fauz al-Ashgar. Tentang hal ini tidak dijelaskan isi bukunya.

d. Tajarib al-Umam ( sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulisnya pada tahun 369 H / 979 M ).

e. Uns al-Farid ( koleksi anekdot,sya’ir,pribahasa,dan kata-kata hikmah ).

f. Tartib al-Sa’adat ( isinya akhlaq dan politik ).

g. Dan masih banyak lagi karyanya yang lain[4].

C. Filsafatnya

1. Ketuhanan

Tuhan menurut Ibnu Maskawaih adalah zat yang tidak berjisim, Azali, dan Pencipta. Tuhan Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya. Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung kepada yang lain. Sementara yang lain membutuhkan-Nya. Kalau dilihat sekilas pemikiran Ibnu maskawaih ini sama dengan pemikiran Al-kindi.

Menurut De Boer dalam bukunya Tarikh al-Falsafat fi Islam disana ibnu maskawaih menyatakan, Tuhan adalah zat yang jelas dan zat yang tidak jelas. Dikatakan zat yang jelas bahwa ia adalah yang hak ( Benar ). Yang benar adalah terang. Dikatakan tidak jelas karena kelemahan akal pikiran kita untuk menangkapnya, disebabkan banyak dinding-dinding atau kendala keberadaan yang menutupi-Nya[5].

Adapun argumen lain yang ditambahkan Ibnu Maskawaih, yang penting adalah adanya gerak atau perubahan yang terjadi pada alam. Memperhatikan bahwa segala macam benda mempunyai sifat gerak atau berubah sesuai dengan watak pembawaan masing-masing (sifat gerak itu berbeda-beda yang berbeda), maka adanya gerak yang berbeda-beda itu membuktikan adanya yang menjadi sumber gerak, pengerak pertama yang tidak bergerak yaitu tuhan. Argument gerak ini di ambil dari argumen Aristoteles. Sebagai pengerak pertama yang tidak bergerak, juga menjadi sebab pertama dari segala yang ada, adanya segala sesuatu diciptakan tuhan, dan adanya tuhan adalah pada dirinya. Tuhan sebagai pencipta segala sesuatu menciptakan dari awal : segala sesuatu diciptakan tuhan dari tiada menjadi ada, sebab tidak ada artinya jika menciptakan sesuatu dari wujud yang telah ada. Seandainya tuhan berhenti mencipta, atau menahan pancaran keberadaan alam ini, niscaya ala mini akan menjadi tiada sekita itu juga.begitu juga tentang perubahan yang terjadi di alam menyebutkan bahwa setiap betuk itu berobah-robah di gantikan dengan bentuk yang baru. Dalam pertukaran bentuk Ibnu Maskawaih mengatakan bentuk yang lama tadi menjadi tiada. Dengan demikian terjadilah penciptaan yang terus menerus dari satu generasi ke generasi yang lain dan setiap ciptaan yang baru berasal dari yang tiada[6].

2. Emanasi

Sebagaimana Al-farabi, Ibnu Maskawaih juga menganut faham Emanasi yakni Allah menciptakan alam secara pancaran, namun Emanasi nya ini berbeda dengan Emanasi Al Farabi. Menurut nya entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah ‘aql Fa’al’ ( akal aktif ). Akal aktif ini timbullah jiwa dan dengan perantaraan jiwa pula timbullah planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus ari Allah dapat memelihara tatanan alam ini. Andaikan Allah menahan pancaran-Nya, maka akan terhenti kemajauan dalam alam ini.

Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan perbedaan emanasi antara ibnu Maskawaih dan Al-farabi sebagai berikut :

a. Bagi Ibnu Maskawaih, Allah menjadikan alam ini secara pancaran ( emanasi ) dari tiada menjadi ada. Sementara itu, menurut Al-farabi alam dijadiakan Tuhan secara pancaran ( emanasi ) dari sesuatu atau bahan yang sudah ada menjadi ada.

b. Bagi Ibnu maskawaih ciptaan Allah yang pertama ialah Akal Aktif. Sementara bagi Al-farabi ciptaan Allah yang pertama ialah Akal pertama dan Akal Aktif adalah akal kesepuluh[7].

3. Kenabian

Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Maskawaih juga menginterprestasikan kenabian secara ilmiah. Usaha nya ini dapat pula memperkecil keadaan antara nabi dan filosof dan memperkuat hubungan dan keharmonisan antara wahyu dan akal.

Menurut Ibnu Miskawaih, nabi adalah seorang muslim yang memperoleh hakikat-hakikat atau kebenaran karena pengaruh akal aktif atas imajinasinya, hakikat ini diperoleh juga oleh seorang filosof, pertbedaan hanya terletak pada teknik memperolehnya. Filosof mendapatkan kebenaran tersebut daribawah ke atas, yakni dari daya indrawi naik ke daya khayal dan naik lagi ke daya berfikir yang dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat atau kebenaran dari akal aktif. Sementara itu, Nabi mendapatkan kebenaran diturunkan lansung dariatas ke bawah, yakni dari akal aktif lansung ke pada nabi sebagai rahmat Allah[8].

4.Jiwa

Menurut Ibnu Maskawaih, adalah jauhar rohani yang tidak hancur dengan sebab kematian jasad, ia adalah kesatuan yang tidak terbagi-bagi. Ia akan hidup selalu, Ia tidak dapat diraba dengan pancaindra karena ia bukan jisim dan bagian dari jisim. Jiwa dapat menangkap keberadaan zatnya dan ia mengetahui ketahuan dan keaktifisannya[9]

Ibnu Maskawaih juga mengsinyalkan bahwa jiwa yang tidak dapat dibagi-bagi itu tidak mempunyai unsur, sedangkan unsure-unsur hanya dapat pada materi. Namun demikian, jiwa dapat menyerap materi yang komplekdan nonmateri yang sederhana.

Tentang balasan di akhirat, sebagai mana Al Farabi, Ibnu Maskawaih juga menyatakan bahwa jiwalah yang akan menerima balasan di ahkirat. Karena menurutnya kelezatan jasmaniah bukanlah kelezatan yang sebenarnya.[10]

5. Akhlak

Ibnu Maskawaih seorang moralis yang terkenal, hampir setiap pembahasan akhlak dalam Islam, filsafat nya ini selalu mendapat perhatian utama, keistimewaan yang menarik dalam tulisannya ialah pembahasan yang didasarkan pada ajaran Islam ( Al-qur’an dan Hadis ) dan dikombinasikan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap, seperti filsafat Yunani kuno dan pemikiran Persia. Dimaksud dengan pelengkap ialah sumber baru diambilnya apabila sejalan dengan ajaran Islam dan sebaliknya ia tolak, jika tidak demikian.

Akhlaq, menurut Ibnu Maskawaih ialah sutu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untyuk berbuat tanpa dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsure, yakni unsure watak naluriah dan junsur lewat kebiasaan dan latihan.

Kalau kita lihat teks diatas barusan, sepertinya sangat bertentangan dengan pandangan orang-oarang Yunani yang mengatakan bahawa akhlaq mnusia tidak dapat berobah. Tetapi bagi Ibnu Maskawaih, akhlaq yang tercela dapat dirobah menjadi akhlaq yang terpuji dengan jalan pendidikan ( tarbiyah al-akhlaq ) dan latihan-latihan. Pemikian seperti ini sangat sejalan dengan ajaran Islam secara eksplisit telah mengisyaratkan kearah ini dan pada hakikatnya syari’at agama bertujuan mengokohkan dan memperbaiki akhlaq manusia.

Ibnu maskawaih juga menjelaskan sifat-sifat yang utama pada diri manusia. Sifat ini, menurutnya erat kaitannya dengan jiwa yang memiliki tiga daya : daya pikir, daya marah, dan daya keinginan. Sifat hikmah adalah sifat utama bagi jiwa berpikir yang lahir dari ilmu. Berani adalah sifat utama bagi jiwa marah yang timbul dari sifat hilm( mawas diri ). Sementara murah adalah sifat utama bagi keinginan yang lahir dari ‘iffah’ ( memelihara kehormatan diri ). Dengan demikian ada tiga sifat utama dalam diri manusia yaitu : hikmah,berani, dan murah. Apabila ketiga sifat utama ini serasi, maka muncul sifat utama yang ke empat, yakni adil. Adapun lawan dari ke empat sifat utama ini ialah bodoh,rakus,penakut, dan zalim[11].

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ibnu Maskawaih seoarang filofos muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia adalah seoarang sejarahwan,tabib, ilmuan dan sastrawan. Pengetahuannya sangat luas, terutama mengenai kebudayaan Romawi,Persia,dan India disamping ia menguasia filasaft Yunani.

2. Tuhan menurut Ibnu Maskawaih adalah zat yang tidak berjisim, Azali, dan Pencipta. Tuhan Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya. Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung kepada yang lain.

3. Ibnu Maskawaih juga menganut faham Emanasi yakni Allah menciptakan alam secara pancaran, namun Emanasi nya ini berbeda dengan Emanasi Al Farabi. Menurut nya entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah ‘aql Fa’al’ ( akal aktif ). Akal aktif ini timbullah jiwa dan dengan perantaraan jiwa pula timbullah planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus ari Allah dapat memelihara tatanan alam ini. Andaikan Allah menahan pancaran-Nya, maka akan terhenti kemajuan dalam alam ini.

4. Nabi menurut Ibnu Maskawaih adalah seorang muslim yang memperoleh hakikat-hakikat atau kebenaran karena pengaruh akal aktif atas imajinasinya, hakikat ini diperoleh juga oleh seorang filosof, pertbedaan hanya terletak pada teknik memperolehnya.

B. Kritik dan saran

Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis masih banyak mendapatkan keraguan dan ketimpangan, baik dalam penulisan, maupun dalam pengutipan, bahkan masih klekurangan dari segi referensinya. Unutk itu penulis sangat mengharapkan sekali tambahan pendapat, kritikan dari para pembaca semuanya, demi sempurnanya makalah ini.

Daftar Pustaka

Mustafa, Drs.H A. Fisafat Islam penerbit C.V Pustaka Setia : Bandung 1997

Syamsuddin, Fachri, Drs Dasar-Dasar Filasafat Islam Penerbit The Minang Kabau Foundation Jakarta 2005

Zar,Sirajuddin M.A, Prof.Dr.H Filsafat Islam ( Filosof dan Filsafatnya ) penerbit PT raja Gravindo Persada : Jakarta 2004



[1] Drs.H A.Mustafa Fisafat Islam ( penerbit C.V Pustaka Setia : Bandung 1997 ) hal :166

[2] Drs Fachri Syamsuddin Dasar-Dasar Filasafat Islam ( Penerbit The Minang Kabau Foundation Jakarta 2005 ) hal 67

[3] ibid hal 67-68

[4] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar M.A Filsafat Islam ( Filosof dan Filsafatnya ) ( penerbit PT raja Gravindo Persada : Jakarta 2004 ) hal 129

[5] ibid hal 130

[6] Mustafa op-cit hal 171-172

[7] Sirajuddin Zar op-cit hal 131

[8] ibid hal 132

[9] ibid hal 133

[10] ibid hal 134

[11] ibid hal l36