Selasa, 14 Juli 2009

Laporan Pratikum A.F

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dengan limpahan rahmat dan karunianya itulah penulis dapat melakukan penelitian dan penulisan laporan ini. Selanjutnya Shalawat beserta salam tidak lupa pula kita do’akan selalu kepada Allah SWT agar senantiasa disampaikan buat Nabi junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Dalam melakukan penelitian tentang Tarekat Syatthariyah di Galudua Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam. Sedikit banyaknya penulis mendapatkan beberapa kesulitan, seperti keberangkatan yang sedikit terlambat yang tak sesuai dengan jadwal yang ditentukan, hal ini dapat penulis maklumi. Kesulitan lainnya yang penulis rasakan, keterbatasan waktu bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Menjadaikan penulis dan teman-teman masih belum puas dengan hasil yang diperoleh. Tetapi berkat rahmat Allah semua kesulitan tersebut tidak menjadi kendala besar bagi penulis, sehingga lapora ini pun dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini, terutama pihak jurusan,serta teman-teman AF VII.

Mudah-mudahan dengan penelitian yang kami buat ini bisa memberikan mamfaat bagi semua pihak sebagai informasi dan renungan tentang Tarekat Syatthariyah. Walaupun dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk kesempurnaannya.

Terakhir penulis sampaikan mudah-mudahan usaha kami ini diberkati Allah dan tidak sia-sia belaka. Amiin.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Penelitian

Tasawuf pada awal munculnya merupakan gerakan individual untuk mendekatkan diri pada Allah, dan hanya dilakukan oleh orang elit kerohanian. Selanjutnya berubah menjadi ikatan yang ketat antara guru dan murid. Hal ini melahirkan pengkultusan terhadap guru ( Syeikh ) teruatama pada Syekh pendidiri atau pembina ajaran mereka[1]. Peralihan praktek tasawuf dari yang bersifat personal kepada bentuk massal, hal inilah yang akan melahirkan sebuah organisasi yang selanjutnya disebut dengan tarekat . organisasi tarekat tersebut, memiliki Syekh sebagai panutan, upacara ritual, dan bentuk Zikir tersendiri[2].

Organisasi tarekat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di dunia Islam, sebagaimana H.R. Gibb dalam “ An Interpretation of Islamic History”, disitu dikatakan bahwa sesudah direbutnya Khalifah oleh orang-orang Mongol pada tahun 1258 H, maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam Beralih ke tangan kaum Sufi[3]. Tidak hanya itu di dunia politik pun tarekat memegang pengaruh yang besar pula, seperti dalam percaturan politik di Turki pada masa pemerintahan Ottoman I ( 1299-1326 M ). Demikian pula di sudan, Afrika Utara dan Afrika Tengah , Tunisia dan negeri kita Indonesia tempo dulu ahli tarekat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan Barat.

Dalam Proses Islamisasi Di Indonesia, sebahagian adalah atas usaha dari kaum sufi dan mistik Islam. Sehingga pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia waktu itu bukan saja ahli-ahli Teology ( Mutakalimin ) dan ahli hukum(fuqaha’), tetapi juga Syekh-syekh tarekat dan guru- guru suluk[4].

Tarekat Syatthariyah merupakan salah satu tarekat yang berkembang di dunia Islam, khususnya di Minangkabau. Syeikh Burhanuddin merupakan seorang tokoh Tarekat Syatthariyah yang pertama sekali memperkenalkan tarekat di negeri kita Minangkabau ini tepatnya di Ulakan pantai barat Sumatera barat[5].

Pada priode awal Tarekat Syathariyah mengembangkan ajaran Islam di Minangkabau melalui surau-surau. Surau pertama Tarekat Syatariyah di Minangkabau adalah di Ulakan, di pantai Barat Sumatera. Pengaruh Ulakan bagi perkembangan Islam di Minangkabau cukup besar sehingga dalam tradisi sejarah dikalangan para ulama sering di anggap bahwa kota kecil ini adalah sumber penyebaran Islam[6].

Melalui pendekatan ajaran Tarekat Syathariyah, Syekh Burhanuddin menanamkam ajaran Islam kepada masyarakat Ulakan. Bahkan sampai saat ini di Ulakan Pariaman Tarekat Syatariyah masih tetap eksis dan berpengaruh besar di Minangkabau[7].

Begitu kuatnya pengaruh tarekat dikalangan masyarakat, sehingga pada abad XIX M hampir semua ulama di Minangkabau adalah penganut pengamal dan penyebar satu atau beberapa tarekat, salah satunya yang teradapat di Galudua Koto Tuo in. Dengan demikian, maka ulama yang memimpin suatu surau sebagai pusat pengajian Al-Qur’an atau pengajian “ kitab” juga merangkap sebagai guru tarekat. Surau Syekh Burhanuddin di Tanjung Medan Ulakan Pariaman disamping sebagai pusat pengajaran dan penyiaran agama juga berfungsi sebagai pusat pengajaran dan penyebaran tarekat Syathariyah[8].

Maka daripada itu, dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan pembahasannya terhadap Pengaruh Tarekat Syatthariyah tepatnya di Galudua Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam. Yang meliputi kajian tentang asal-usul dan perkembangan Tarekat Syatthariyah, pokok ajaran dan pengaruhnya terhadap masyarakat di galudua Koto Tuo.

B. Tujuan Dan Kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Tarekat Syatthariyah dan kontribusinya terhadap masyarakat sekitar.

b. Untuk menjelaskan pokok-pokok ajaran Tarekat Syatthariyah serata corak pemikirannya.

2. Kegunaan Penelitian

a. penelitian ini diharapkan nantinya memberikan sumbanagan pemikiran tentang Tarekat Syatthariyah.

b. Untuk melengkapi tugas dalam nata kuliah Pratikum lapangan Aqidah Filsafat.

c. Untuk menambah cakrawala dan wawasan berfikir penulis tentang Tarekat Syatthariyah.

d. Penelitian ini dapat juga dijadikan media informasi bagi para pemerhati masalah sosial keagamaan, terutama untuk penelitian lebih lanjut.

C. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Penelitian ini terfokus pada pembahasan “Pengaruh Tarekat Syatthariyah di Galudua Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam” sehingga dapat dir umuskan masalahnya sebagai berikut : Bagaimana Pengaruh Tarekat Syatthariyah di Galudua Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam.

2. Batasan Masalah

Supaya pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis memberikan batasan sebagai berikut :

a. pengaruh Tarekat Syatthariyah dan kontribusinya terhadap masyarakat sekitar.

b. pokok-pokok ajaran Tarekat Syatthariyah serata corak pemikirannya.

D. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode interview ( dialog atau wawan cara ) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat di teliti.

1. Objek Penelitian

Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah Tuanku atau Mursid ( guru ) dan para jamaah Tarekat Syatthariyah di Galudua Koto Tuo.

2. Cara Pengumpulan Data

Interview yaitu wawancara langsung pada objek penelitian. Dalam wawancara dilapangan secara umum bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan adalah :

· Sejarah Tarekat Syattariyah

· Inti Ajaran Tarekat Syattariyah

· Pengaruh Tarekat Syattariyah

3. Pengolahan Data

melalui interview ( wawancara ) tersebut diolah dengan menggunakan metode deskriptif analitik.


BAB II

HASIL PENELITIAN

A. Pengertian dan Asal-usul Tarekat Syaththariyah di Galudua Koto Tuo serta pokok ajarannya

Tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (amud al-mizalah). Menurut Al-Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.

Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.

Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga system, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafaĆ¢ah atau limpahan pertolongan dari guru. Kepatuhan murid kepada guru dalam tarekat digambarkan murid dihadapan guru laksana mayat di tangan orang yang memandikannya.

Tarekat Syathariyah pertama kali digagas oleh Abdullah Syathari Abdul qadim Syathari (w.1429 M). Tarekat Syaththariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101). Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh 'Abd al-Rauf al-Sinkili ( Tuanku madinah ) ke nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.

Tarekat Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu; Pertama. Silsilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; Silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa' aI-Qulub.

Berdasarkan silsilah seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat Syaththariyah di Minangkabau masih terpelihara kokoh. Untuk mendukung ke1embagaan tarekat, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jamaah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di propinsi - tetangga Riau dan jambi. Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan tarekat Syaththariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan bersafar ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.

Adapun ajaran tarekat Syaththariyah yang berkembang di Minangkabau sama seperti yang dikembangkan oleh 'Abd al-Rauf al-Sinkili. Masalah pokoknya dapat dikelompokkan pada tiga;

Bahagian Pertama, Ketuhanan dan hubungannya dengan alam. Paham ketuhanan dalam hubungannya dengan alam ini seolah-olah hampir sama dengan paham Wahdat a1- Wujud, dengan pengertian bahwa Tuhan dan alam adalah satu kesatuan atau Tuhan itu immanen dengan alam, bedanya oleh al-Sinkili ini dijelaskannya dengan menekankan pada trancendennya Tuhan dengan alam. la mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan wujud yang hakiki. Bagaimana hubungan Tuhan dengan alam dalam transendennya, al-Sinkili menjelaskan bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam raya (al- 'a/am), Dia selalu memikirkan (berta'akul) tentang diri-Nya, yang kemudian mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad (cahaya Muhammad). Dari Nur Muhammad itu Tuhan menciptakan pola-pola dasar (a/ 'ayan tsabitah), yaitu potensi dari semua alam raya, yang menjadi sumber dari pola dasar luar (a/-‘ayan alkharijiyah) yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya.

Ajaran tentang ketuhanan al-Sinkili di atas, disadur dan dikembangkan oleh Syekh Burhan al-Din Ulakan seperti yang terdapat dalam kitab Tahqiq. Kajian mengenai ketuhanan yang dimuat dalam kitab Tahqiq dapat disimpulkan pada Iman dan Tauhid. Tauhid dalam pengertian Tauhid syari'at, Tauhid tarekat, dan Tauhid hakekat, yaitu tingkatan penghayatan tauhid yang tinggi.
Bahagian kedua, Insan Kamil atau manusia ideal. Insan kamil lebih mengacu kepada hakikat manusia dan hubungannya dengan penciptanya (Tuhannya). Manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada esensi-Nya, yang sebenarnya manusia adalah esensi dari esensi-Nya yang tak mungkin disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk rupa-Nya, mencerminkan segala sifat dan nama-nama-Nya, sehingga "Ia adalah Dia." Manusia adalah kutub yang diedari oleh seluruh alam wujud ini sampat akhirnya. Pada setiap zaman ini ia mempunyai nama yang sesuai dengan pakaiannya. Manusia yang merupakan perwujudannya pada zaman itu, itulah yang lahir dalam rupa-rupa para Nabi--dari Nabi Adam as sampat Nabi Muhammad SAW-- dan para qutub (wali tertinggi pada satu zaman) yang datang sesudah mereka.Hubungan wujud Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin dengan bayangannya. Pembahasan tentang Insan KamiI ini meliputi tiga masalah pokok: Pertama; Masalah Hati. Kedua Kejadian manusia yang dikenal dengan a’yan kharijiyyah dan a’yan tsabitah. Ketiga; Akhlak, Takhalli, tahalli dan Tajalli.

Bahagian ketiga, jalan kepada Tuhan (Tarekat). Dalam hal ini Tarekat Syaththariyah menekankan pada rekonsiliasi syari'at dan tasawuf, yaitu memadukan tauhid dan zikir. Tauhid itu memiliki empat martabat, yaitu tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid zat dan tauhid af'al. Segala martabat itu terhimpun dalam kalimah 1a ilaha ilIa Allah. Oleh karena itu kita hendaklah memesrakan diri dengan La ilaha illa Allah. Begitu juga halnya dengan zikir yang tentunya diperlukan sebagai jalan untuk menemukan pencerahan intuitif (kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga al-mawat al-ma'nawi (kematian ideasional) yang merupakan lawan dari al mawat al-tabi’i (kematian alamiah). Namun tentunya perlu diberikan catatan bahwa ma’rifat yang diperoleh seseorang tidaklah boleh menafikan jalan syari’at.

Ajaran dan Dzikir Tarekat Syattariyah

Perkembangan mistik tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus melalui tahap fana'. Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah itu sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama menurut tarekat ini adalah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar (orang-orang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia dzikir. Untuk itu ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal, qana'ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan musyahadah.

Sebagaimana halnya tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalam ajarannya. Tiga kelompok yang disebut di atas, masing-masing memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai intuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT. Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani shalat dan puasa, membaca al-Qur'an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.

Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:

1. Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.

2. Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.

3. Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.

4. Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.

5. Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.

6. Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.

7. Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.

Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-Mukminun ayat 17: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)". Adapun ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut:

1. Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat berikut: Senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.

2. Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini: enggan, acuh, pamer, 'ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.

3. Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan. Sifat-sifatnya: dermawan, sederhana, qana'ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat, sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.

4. Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu kiri. Sifat-sifatnya: senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan takut kepada Allah SWT.

5. Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara', riyadlah, dan menepati janji.

6. Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya: berakhlak mulia, bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.

7. Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifat-sifatnya: Ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.

Khusus dzikir dengan nama-nama Allah (al-asma' al-husna), tarekat ini membagi dzikir jenis ini ke dalam tiga kelompok. Yakni, a) menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, seperti al-Qahhar, al-Jabbar, al-Mutakabbir, dan lain-lain; b) menyebut nama Allah SWT yang berhubungan dengan keindahan-Nya seperti, al-Malik, al-Quddus, al-'Alim, dan lain-lain; dan c) menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut, seperti al-Mu'min, al-Muhaimin, dan lain-lain. Ketiga jenis dzikir tersebut harus dilakukan secara berurutan, sesuai urutan yang disebutkan di atas. Dzikir ini dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, sampai hati menjadi bersih dan semakin teguh dalam berdzikir. Jika hati telah mencapai tahap seperti itu, ia akan dapat merasakan realitas segala sesuatu, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.

Satu hal yang harus diingat, sebagaimana juga di dalam tarekat-tarekat lainnya, adalah bahwa dzikir hanya dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru atau syekh. Pembimbing spiritual ini adalah seseorang yang telah mencapai pandangan yang membangkitkan semua realitas, tidak bersikap sombong, dan tidak membukakan rahasia-rahasia pandangan batinnya kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Di dalam tarekat ini, guru atau yang biasa diistilahkan dengan wasithah dianggap berhak dan sah apabila terangkum dalam mata rantai silsilah tarekat ini yang tidak putus dari Nabi Muhammad SAW lewat Ali bin Abi Thalib ra, hingga kini dan seterusnya sampai kiamat nanti; kuat memimpin mujahadah Puji Wali Kutub; dan memiliki empat martabat yakni mursyidun (memberi petunjuk), murbiyyun (mendidik), nashihun (memberi nasehat), dan kamilun (sempurna dan menyempurnakan). Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat menjalani dzikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah sebagai berikut: makanan yang dimakan haruslah berasal dari jalan yang halal; selalu berkata benar; rendah hati; sedikit makan dan sedikit bicara; setia terhadap guru atau syekhnya; kosentrasi hanya kepada Allah SWT; selalu berpuasa; memisahkan diri dari kehidupan ramai; berdiam diri di suatu ruangan yang gelap tetapi bersih; menundukkan ego dengan penuh kerelaan kepada disiplin dan penyiksaan diri; makan dan minum dari pemberian pelayan; menjaga mata, telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu yang haram; membersihkan hati dari rasa dendam, cemburu, dan bangga diri; mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melakukan ibadah haji, seperti berhias dan memakai pakaian berjahit.

Adapun cirikhas dari tarekat Syaththariyah adalah :

8. Mazhab Syafe’i

9. Iktigqad / aqidah Syaththariyah adalah Ahlusunnah

10. Rukyatul ilal

11. Tarwih dan witir 23 rakaat

12. tawasul dan rabitah

Syarat agar seseorang bisa mengikuti atau bisa masuk dalam tarekat Syaththariyah ini menurut keterangan yang penulis dapatkan adalah :

1. Bai’at

2. lafaz / Sumpah

Bai’at yaitu bersumpah atau berjanji kepada Allah di hadapan Guru itu merupakan wasilah berarti sama dengan kita bersumpah atau berjannji langsung dengan Allah SWT.

Bila kita mengkaji tarekat Syaththariyah ini tentunya terdapat perbedaan khusus tarekat Syathariyah dengan tarekat lainnya yaitu :

1. Mubtadi yaitu Asal mula seseorang

2. Tawasik yaitu Rindu kepada Allah

3. Muntahi yaitu Rindu setelah bertemu Allah.

B. Kritik dan Analisis Penulis

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat penulis simpulkan bahwa amalan tarekat yang dilakukan oleh tarekat Syathariyah di galudua Koto Tuo. Pada dasarnya tidak beranjak dari ajaran pokok pada tarekat Syaththariyah dalam Islam. Namun ada terdapat sedikit perbedaan antara tarekat Syaththariyah yang penulis baca dengan realita yang penulis temukan dalam lapangan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tarekat Syaththariyah merupakan salah satu ajaran tasawuf atau kerohania guna mendekatkan diri kepada Allah.

2. Tarekat Syaththariyah memiliki cirikhas tersendiri bila dibandingkan dengan tarekat-tarekat lainnya.

3. Ajaran tarekat Syaththariyah telah sama-sama kita kenal sebagai suatu komunitas yang berkembang dalam Kancah keilmuan tasawuf. Yang mempunyai dampak dan pengaruh terhadap masyarakat sekitarnya.

B. Saran-saran

Karena ini meruapakan penelitian yang layaknya menurut standar penelitian ilmiah terutama karena keterbatasan waktu dan pencurahan pikiran yang tidak begitu fokus. Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan penulis, kami sedikit memberikan saran, diharapkan kepada ber bagai pihak untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyati, Sri, Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta : Kencana media group Th 2004

Said, Fuad, Hakikat tarekat Naqsyabandiah. Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru Cet.5 Th 2003

Samad, Duski, Kontinuitas Tarekat di Minangkabau, Padang : TMF Press Cet.I th 2006

http://bhell.multiply.com/reviews/item/30

http://www.sufinews.com/



[1] Simuh, Tasawuf dan perkembangan dalam Islam, Jakarta PT Raja Grafindo Persada th 1996 h.207

[2] Harun Nasution, Islam di Tinjau dari berbagai Aspek, Jakarta, UI Press th 1978, h 89

[3] Fuad Said, Hakikat tarekat Naqsyabandiah. ( Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru Cet.5 Th 2003 ) h. 11

[4] Fuad Said Ibid

[5] Duski Samad , Kontinuitas Tarekat di Minangkabau, ( Padang : TMF Press Cet.I th 2006 ) h.10

[6] Duski Samad , Kontinuitas Tarekat di Minangkabau, ( Padang : TMF Press Cet.I th 2006 ) h.10

[7] Duski Samad Ibid h. 11

[8] Duski Samad Ibid h. 12

Tidak ada komentar: